Koran Jakarta
Jumat, 04 Desember 2009
Penyelenggaraan Haji– Dibutuhkan Badan Profesional di Luar Depag
Pelaksanaan ibadah haji tahun ini masih memiliki banyak kekurangan. DPR RI mengusulkan revisi UU Haji serta membentuk bandan profesional di luar Depag.
JAKARTA , Komisi VIII DPR RI menegaskan akan berupaya cepat dan sungguh-sungguh untuk mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Haji kepada DPR.
Hal itu dilakukan agar pelaksanaan ibadah haji memiliki payung hukum yang lebih baik demi penyelenggaraan haji yang lebih berkualitas.
“Jika perlu, pemerintah sebaiknya melakukan reshuffle terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan haji tahun ini,” kata Yoyoh Yusroh, anggota Komisi VIII, pada Seminar Evaluasi Penyelenggaraan Haji 1430 H di Gedung DPR RI, Kamis (3/12).
Reshuffle itu dilakukan mulai dari masalah pemondokan, katering, transportasi, hingga masalah koordinasi lintas departemen dalam penyelenggaraan ibadah haji 1430 H. Hasil evaluasi Komisi VIII menyatakan bahwa penyelenggaraan haji belum maksimal dan belum terkoordinasi dengan baik.
Yoyoh mengatakan hal itu terjadi karena koordinasi lintas departemen dalam penyelenggaraan haji lemah, misalnya dalam hal sosialisasi hak jemaah terkait uang pengembalian pemondokan. “Jemaah tidak mendapatkan sosialisasi yang benar tentang pengembalian uang pemondokan,” ujarnya.
Buruknya koordinasi antardepartemen pemerintah ini telah melanggar hak-hak jemaah haji. “Ini sebuah kelalaian yang tidak boleh terus-menerus terjadi.
Jika terjadi terus-menerus, berarti terus terjadi kezaliman abadi pada jemaah haji,” sambung anggota Komisi VIII lainnya, Iskan Qolba Lubis, pada kesempatan yang sama.
Menurutnya, pemerintah perlu membentuk badan profesional di luar Departemen Agama (Depag) untuk mengurusi pelaksanaan ibadah haji. Menurut Iskan, pemerintah juga perlu memperbaiki pengelolaan dana haji yang berpotensi terjadi korupsi.
Pemondokan juga belum mengalami perbaikan, padahal masalah ini terjadi rutin dari tahun ke tahun. Banyak pemondokan yangtidak layak, seperti tanpa ventilasi dan padat. “Kita kan sudah membuat aturan, rumah harus sesuai dengan kapasitas dan fasilitas yang layak,” tegas Iskan.
Penilaian paling parah diberikan pada layanan transportasi. Tim masih menemukan ketidakberesan dalam pelaksanaannya. “Masa ada jemaah yang dalam 15 hari baru dua kali ke Masjidil Haram,” cetusnya.
Di tempat terpisah, Menteri Agama Surya Dharma Ali mengatakan akar permasalahan dari buruknya transportasi adalah jauhnya jarak pemondokan yang mencapai 7 km dari Masjidil Haram.
“Penyediaan transportasi belum tentu menjadi solusi terbaik kalau kita masih tetap menempatkan jemaah jauh dari Masjidil Haram,” kata Surya Dharma setibanya dari Arab Saudi, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, kemarin.
Untuk itu, dalam pelaksanaan haji tahun depan, akan diupayakan jarak terjauh pemondokan adalah 4 km dari Masjidil Haram. “Tahun 2010 letak pemondokan akan dimajukan, dan perbaikan lainnya. Insya Allah,” terangnya.
Hindari Korupsi
Firdaus Ilyas, Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan pihaknya mencermati adanya pengaburan atas hak jemaah untuk mendapatkan informasi tentang hak dan kewajibannya.
Padahal menurut Firdaus, sebagai penyelenggara haji nasional, pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi hak jemaah haji sesuai dengan aturan dan kontraknya dengan jemaah.
“Jika tidak dilakukan, jemaah berhak mengusut melalui mekanisme yang tertera dalam kontrak. Seharusnya Departemen Agama (Depag) transparan. Tidak bisa dijadikan proyek atau dibisniskan oleh pemerintah,” ujarnya.
Firdaus juga mengatakan korupsi dapat terjadi dalam pengelolaan haji. “Kami sedang mengaji potensi korupsi tersebut. Kami setuju dengan usul pembentukan badan profesional untuk menyelenggarakan haji demi menghindari korupsi,” paparnya.
cit/Ant/N-1
0 comments:
Post a Comment