“ Tidak ada seorang pun yang meninggalkan suatu keburukan yang ia rasakan nikmat, hanya karena Allah, kecuali pasti ia akan menemukan gantinya dari Allah.”
( Ibnu Sirin )
Rabi’ bin Hutsaim, seorang tabi’in yang terkenal dengan sikapnya dalam mensucikan jiwa mengatakan, “Seandainya manusia itu tahu tentang aibnya sendiri niscaya tidak ada orang yang mau mencela aib orang lain.” Suatu ketika, ia pernah ditanya seorang sahabatnya, ‘ wahai Abu Yazid-panggilan Rabi’ mengapa engkau tidak pernah mencela orang lain ? ia menjawab, “Demi Allah, jiwaku saja belum tentu diridhai Allah, lalu untuk apa aku mencela orang lain ? Sesungguhnya banyak manusia yang takut kepada Allah setelah melihat dosa-dosa yang dilakukan orang lain. Tetapi sayangnya mereka tidak merasakan hal itu saat melihat dosa-dosa yang dilakukannya sendiri.”(Tabaqat Ibnu Sa’ad, 6/168)
Saudaraku,
Siapa diantara kita yang kuat menahan malu, andai kita tahu daftar kesalahan, kedurhakaan, kemaksiatan, pelanggaran yang telah kita lakukan ? Siapa diantara kita yang mampu menahan rasa hina tiada tara, jika kita mengetahui catatan perilaku buruk yang sudah kita lakukan ? Hidup yang kita lalui singkat. Tapi siapa yang kuat menahan penyesalan akibat keburukan dan dosa yang kerap kita lakukan berulang-ulang?
Saudaraku, mari perbaharui taubat.
Mari perbanyak istighfar dan memohon ampun pada Allah swt. Rasulullah menggambarkan, sebuah dosa seperti noda hitam di dalam hati. Kian banyak noda hitam dalam hati, maka hati bisa menjadi hitam legam, kelam. Sinarnya bukan hanya redup, tapi gelap. Cahayanya tertutup oleh titik-titik noda yang menjadikannya tak mampu lagi memandang dan menimbang kebenaran. “Bila seseorang melepaskan diri dari dosa, beristighfar dan bertaubat, hatinya akan cemerlang seperti semula. Tapi bila ia mengulangi perbuatan dosa maka noda hitam itu akan bertambah hingga meliputi hatinya. Allah swt berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka” (HR.Turmudzi).
Mirip dengan hadits dan firman Allah swt itu, Hasan Al Bashri menyebutkan bahwa ketaatan identik dengan cahaya batin dan kekuatan fisik. “ kebaikan itu memberi cahaya dalam hati, melahirkan kekuatan bagi tubuh. Sementara keburukan akan menggelapkan hati, melemahkan tubuh, serta mempengaruhi rizki,” ujar Hasan Al Bashri. Ia kemudian mengutip sebuah sabda Rasulullah saw, “seseorang dihalangi rizkinya karena dosa yang ia lakukan” (HR.bnu Majah).
Saudaraku,
Meski begitu, kamaksiatan bukan akhir dari segalanya. Melakukan dosa tak berarti kejatuhan yang tak mungkin pelakunya bangkit kembali. Inti pesan yang ingin disampaikan dalam hadits dan perkataan Hasan Al Bashri tadi adalah, ajakan untuk mengulang-ulang dan memperbaharui taubat. Imam Ibnu Qayyim pernah panjang menguraikan betapa kesalahan dan dosa yang diperbuat oleh Nabiyullah Adam as hingga ia diturunkan dari surga, ternyata membuka banyak hikmah dan karunia Allah swt kepada Adam dan anak cucunya.
Dalam kitab Al Fawaid, Ibnul Qayyim menulis bahwa syaitan yang dengki gembira dengan jatuhnya Adam dan Hawa ke lembah dosa dan terpeleset dari surga. Tapi sesungguhnya keluarnya Adam dan Hawa dari surga menyebabkan ia melahirkan banyak karunia Allah kepada manusia karena kemudian lahir anak cucunya yang kelak menjadi khalifah di muka bumi. Bahkan ada hadits Rasulullah yang menyebutkan, “Dan demi Dzat yang diriku ada dikekuasaan-Nya, jika kalian tidak melakukan dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian lalu Allah akan mendatangkan kaum lain yang akan berdosa, kemudian mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka.”(HR. Muslim).
Ibnul Qayyim setelah itu, memberi komentar sangat indah bahwa ketika Adam dikeluarkan dari surga karena kesalahannya, tidak berarti bahwa Allah tidak mempedulikanya. Allah tetap memelihara keturunan Adam dan anak cucunya. Karena selanjutnya, Allah pun tetap akan memberikan surga utnuk Adam dan anak cucunya yang beriman dan taat kepada Allah, selama-lamanya.” Jadi, dikeluarkannya Adam dari surga hanya sementara waktu seolah-olah untuk menyempurnakan bangunan surga itu sendiri. Sama seperti manusia yang ingin melakukan renovasi tempat tinggal lalu ia harus keluar dari rumah itu sementara dan kembali lagi,”tulis Ibnul Qayyim rahimahullah.
Meskipun dengan segala keutamaan yang Allah berikan kepada Adam, tapi Adam tetap menyadari kesalahannya dan ia memohon ampun atas kemaksiatan yang dilakukannya. Karena itulah do’a Nabiyyullah Adam as yang disebutkan dalam Al qur’an berbunyi, “ Ya Rabb kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri dan jika Engkau tidak memberi ampun kepada kami niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi….” Kesalahan ternyata telah membuat Adam merasakan kedekatan dan ketergantungan luar biasa kepada Allah swt.
Saudaraku,
Demikianlah. Kemaksiatan dan dosa, ternyata bisa saja menjadi pintu kebaikan bagi pelakunya. Syaratnya hanya satu, yakni perbaharui taubat. Pintu kebaikan ada di mana saja. Termasuk di hadapan pelaku kemaksiatan. Jangan mencela berlebihan perilaku maksiat yang dilakukan orang lain. Karena mungkin saja di lain kemaksiatan itu ternyata melecut pelakunya untuk melakukan keshalihan yang bisa jadi kita sama sekali tidak mampu melakukannya.
Tinggalkan kemaksiatan, sesali dosa, perbaharui taubat, jangan biarkan diri hanyut dalam nikmatnya ayunan kesalahan. Ingat saudaraku, jika kita ikhlas, Allah pasti akan menggantikan kenikmatan dosa yang kita tinggalkan dengan sesuatu yang jauh lebih indah dan nikmat sejak di dunia, terlebih di akhirat. Dengarkanlah perkataan yang diucapkan Ibnu Sirin, seorang tokoh ulama di zaman Tabi’in yang terkenal memiliki kepekaan spiritual di zamannya. Ia mengatakan, “Tidak ada seorangpun yang meninggalkan suatu keburukan yang ia rasakan nikmat, hanya karena Allah, kecuali pasti ia akan menemukan gantinya dari Allah…”
Atau, perhatikanlah sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang memalingkan pandangan dari sesuatu yang haram, maka Allah akan memberikan satu titik cahaya dalam hatinya…”
Saudaraku,
“Semoga Allah merahmati hamba yang berkata pada jiwanya. “ Bukankah kamu telah melakukan ini/Bukankah kamu telah melakukan ini ? Lalu ia mengikat jiwanya bahkan memukulnya, dan setelah itu ia mengurung jiwanya untuk selalu taat sesuai perintah Allah sampai ia menjadi komando bagi jiwanya dan bukan sebaliknya dikomando oleh nafsunya, “begitu ucapan Malik bin Dinar.
Tengadahkan tangan saudaraku, kita sama-sama berdo’a: “ Ya Allah jadikanlah kondisi rahasiaku lebih baik daripada kondisi lahirku. Jadikanlah bathinku lebih baik dari lahirku. Ya Allah aku berlindung pada-Mu dari menganggap diriku besar, tapi Engkau menganggap kecil… Ya Allah aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemarahanMu… aku berlindung dengan maaf-Mu dari adzab-Mu.
0 comments:
Post a Comment