www.dpr.go.id
22-Feb-2010
Komisi VIII DPR mendesak kepada pemerintah agar Amandemen Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat hendaknya diperuntukan dalam rangka reformasi pengelolaan zakat di Indonesia yang professional, transparan dan akuntabel serta menghilangkan berbagai aspek yang tumpang tindih.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Chairunnisa dari Fraksi Partai Golkar saat memimpin Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafidhuddin, di Gedung Nusantara II, Senin (22/2).
Selain itu, lanjut Chairunnisa, pengelolaan zakat hendaknya dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih besar. Chairunnisa mencontohkan, seperti peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kesejahteraan masyarakat yang hingga saat ini masih jauh dari harapan.
Dalam upaya Amandemen Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kata Chairunnisa, kelembagaan zakat hendaknya menyesuaikan dengan berbagai regulasi yang ada, sehingga terjadi penguatan kelembagaan pengelolaan zakat baik pusat dan daerah serta adanya pemisahan secara tegas antara regulator (kebijakan), operator (pelaksana) dan inspector (pengawasan).
Chairunnisa menilai, perlu adanya penegasan bahwa biaya pengelolaan lembaga zakat hendaknya dapat dipenuhi oleh APBN dan APBD khususnya untuk operasional Baznas.
“Melalui RUU tentang Pengelolaan Zakat ini, hendaknya terjadi peningkatan secara signifikan terhadap ketaatan muzzaki sesuai kewajiban keagamaannya,” tambahnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Yoyoh Yusroh (F-PKS) mengatakan, di zaman Rasulallah, orang yang tidak berzakat itu bahkan diperangi. Karena dengan berzakat, berarti hal-hak fakir miskin, hak-hak masyarakat yang belum sejahtera bisa terpenuhi. “Jadi kalau zakat dikelola secara efektif akan bisa mengentaskan kemiskinan,” jelasnya.
Dalam pembahasan undang-undang tersebut, Yoyoh mengharapkan anggota Dewan lebih aktif dalam persidangan dan dapat memberikan kontribusi sehingga undang-undang yang dihasilkan DPR betul-betul pemikiran bersama, tidak hanya pemikiran segelintir orang tapi kontribusi dari semua, jelas Yoyoh.
Sementara itu Ketua Umum Baznas Didin Hafidhuddin dalam paparanya menjelaskan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat belum diatur secara eksplisit institusi regulator dan pengawasan serta fungsi yang harus dijalankan. Karena itu, lanjut Didin, perlu diatur pemisahan/penegasan fungsi dan kewenangan institusi yang berfungsi sebagai operator. “Untuk institusi yang berfungsi sebagai regulator dan pengawas diusulkan dibentuk lembaga independen,” Didin mengusulkan.
Dalam hal pembiayaan diusulkan untuk Baznas mendapatkan dana awal dari APBN sebagaimana Badan Layanan Umum, sedangkan untuk institusi yang berfungsi sebagai regulator dan pengawas dibiayai sepenuhnya dari APBN, papar Didin.
Dengan usulan dan saran ini, zakat tidak lagi sekedar menjadi alternatif, kata Didin seraya menambahkan akan tetapi menjadi sumber dana utama untuk pengentasan kemiskinan disamping sumber-sumber dana lainnya dari APBN. Diharapkan, dengan perbaikan undang-undang ini, kita akan memiliki Sistem Zakat Nasional, terangnya.(iw) Foto:Iwan Armanias.
0 comments:
Post a Comment