Pages

  • RSS

Wednesday, May 5, 2010

PKS: Pemerintah Lalai Tangani Kejahatan Anak

Kompas.Com, Kamis, 28 Januari 2010 | 16:52 WIB

Heri (14), seorang anak jalanan, tengah menghisap rokok di Stasiun Kereta Api Manggarai, Jakarta Timur, Jumat (30/5). Prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun mencapai 26,8 persen dari total populasi penduduk Indonesia, 234 juta jiwa.


JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengkritisi pemerintah meski tidak terkait dengan 100 hari umur pemerintahan SBY-Boediono. Melalui Wakil Ketua Komisi VIII yang membidangi masalah agama, kesra dan sosial, Yoyoh Yusroh, saat rapat dengar pendapat dengan dengan Kementrian Kesehatan, Bareskrim Polri dan Komisi Perlindungan Anak di DPR, Kamis (28/1/2010).

“Bagaimanapun anak adalah aset negara yang tak tergantikan.”

Dikatakan, masih maraknya kasus penculikan, kekerasan, diskriminasi dan bentuk kejahatan serta perdagangan anak, menandakan pemerintah lalau memenuhi dan menghormati hak-hak anak Indonesia yang berujung kepada putusnya generasi.

"Ini tantangan besar untuk Indonesia. Pemerintah harus menangani beragam kekerasan terhadap anak Indonesia. Sebab, perintah itu adalah amanat UU yang harus direalisasikan," katanya.

Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam melindungi anak dari beragam kejahatan dan kekerasan. Hal ini, kata Yoyoh, terlihat masih maraknya anak putus sekolah, perdagangan anak, kekerasan serta penculikan.

Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan, hampir 2.000 kasus kekerasan terhadap anak terjadi pada tahun 2009. Kasus yang terjadi antara lain kekerasan seksual dalam bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan dan incest. Ada juga kekerasan fisik dan psikis.

Sementara itu, terkait dengan pelanggaran terhadap hak anak atas pendidikan, Yoyoh menegaskan, ada 2,5 juta jiwa anak yang berusia 7-15 tahun belum dapat menikmati layanan wajib belajar 9 tahun, 12,89 juta anak usia 13-15 tahun tidak mendapatkan hak atas pendidikan yang layak.

“Ironisnya lagi ada 32.294 anak TKI di perbatasan Malaysia dan Indonesia tidak mendapatkan akses pendidikan dan terancam buta aksara. Kondisi ini sangat menyedihkan,” katanya prihatin.

Ditegaskan, pendidikan anak sangat lah penting. UU Nomor 20 tahun 2003 Pasal 5 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

“Dengan data ini semoga pemerintah bisa cepat merealisasikan segala kewajibannya. Bagaimanapun anak adalah aset negara yang tak tergantikan,” harap Yoyoh Yusroh.

0 comments:

Post a Comment