Pages

  • RSS

Wednesday, May 5, 2010

PERAN POLITIK MUSLIMAH DAN LEGALITAS SYARIAH

A. MUQODDIMAH

Perbincangan tentang peran politik muslimah sungguh merupakan perbincangan menarik, karena banyak pro dan kontra dalam masalah ini. Mereka yang pro adalah mereka yang telah mengkaji secara histories kondisi ummat Islam sejak masa Rosululoh, para sahabat, masa kejayaan, masa kemunduran dan kondisi ummat di era modern ini secara kritis .

Dari kajian histories komprehensif ini, nyata bahwa peran politik muslimah adalah hal yang melekat dengan keberadaan muslimah itu sendiri. Bahkan-sesuai dengan pemahaman tentang syumuliyyatul Islam-setiap peran muslimah memiliki nilai, kosekuensi dan implikasi politik. Sebab misi penciptaan sebagai khalifatullah fil ardh menghasung para muslimah untuk melakukan ishlah kapanpun dan dimanapun sesuai dengan kondisi dan kompetensinya. Maka-sejatinya politik adalah sesuatu tang inheren dalam kiprah muslimah, sebab terkait langsung dengan upaya melahirkan kebijakan yang membawa mashlahat pada ummat dan kemanusiaan pada umumnya.

Dipihak lain ada diantara mereka yang telah dipengaruhi pemikiran barat dan mengikutinya seratus persen, mereka memberikan tuduhan semena-mena terhadap Islam, dianggapnya Islam sebagai perampas hak asasi manusia, merampas hak-hak wanita, mengancam kehormatan dan kemanusiaannya, menempatkan hak wanita sebagai minoritas dan memperlakukannnyasecara rasialis. Kesimpulannya, mereka membuat stigma, bahwa peran politik muslimah tidak memiliki landasan yang jelas dalam Islam, serta tidak pula memiliki legitimasi histories. Seolah-olah, peran politik adalah hal baru bagi para muslimah, hingga para muslimah memerlukan ‘bimbingan khusus’ dari barat agar dapat berkiprah dengan baik. Mereka ingin menghancurkan identitas kemuslimahan, mereka juga memporak-porandakan infra strukturnya sebagai langkah utama untuk mengubah mereka menjadi gerobak-gerobak kecil yang ditarik kepada tatanan dunia baru, atau menjadi planet-planet kecil dimana barat adalah pusatnya.

Upaya lain dari barat adalah dengan mengadakan berbagai pertemuan Internasional yang membahas masalah wanita-terutama terkait hak-haknya dan menuntut suatu kondisi yang mereka inginkan. Disamping itu melalui PBB, barat mengeluarkan deklarasi khusus tentang masalah wanita dan mengaitkan komitmen terhadap konvensi / pasal-pasal deklarasi itu dengan kerjasama antar bangsa di dunia. Tidak ada pinjaman dan bantuan yang diberikan Negara donor kecuali kepada bangsa-bangsa yang mau menerapkan deklarasi tersebut.

Kemudian barat mengetahui, bahwa pondasi dan satu-satunya kekuatan yang masih tersisa dalam islam adalah institusi keluarga, sehingga upaya mati-matian mereka sekarang ini adalah menghancurkan institusi strategis ini. Sebab hanya dalam keluargalah pewarisan nilai anasir-anasir Islam secara efektif, dapat terjalin baik. Tanpa ada landasan seperti ini maka hubungan antara muslim dengan islam akan terputus berikut warisan keimanan dan keislamannya. Upaya mereka tidak akan berhenti, sebagaimana lazimnya perseteruan antara haq dan bathil. Upaya kita pun tak akan pernah berhenti, untuk tetap tegar mensosialisasikan konsep islam tentang wanita. Nilai-nilai Islam sangat apresiatif terhadap wanita. Wanita bebas mengaktualisasikan diri sesuai aturan islam yang syar’i dan fitri, Islam membolehkan muslimah terjun dalam wilayah publik termasuk dalam dunia politik, dan tidak membiarkan muslimah bekerja sendirian tanpa bantuan dan pengawasan dari institusi yang membolehkan ia berkiprah dalam membela hak Islam dan ummatnya.


B. AKTIFITAS SHOHABIYYAT PADA MASA ROSULULLOH

Aktifitas shohabiyyat pada masa rosululloh sangat komprehensif, mereka bebas mengaktualkan potensinya sesuai tuntutan syariat. Rosululloh sangat peduli terhadap kiprah shohabiyyat, Ia mengarahkan shohabiyyat sesuai potensi dan fitrahnya, beberapa contoh pengaktualan potensi shohabiyyat dalam berbagai fitrahnya, antara lain :

1. Dalam Bidang Keilmuan

Motivasi agar ummat Islam menjadi masyarakat intelektual ada tercantum dalam Alquran dan Assunah, diantaranya QS 58:11, Alloh berfirman “ Alloh mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kamu dengan beberapa derajat” dan dalam alhadits Rosululloh bersabda “ Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”. Dalil-dalil ini yang menyebabkan para shohabiyyat termotifasi untuk menuntut ilmu, mereka mempunyai rasa iri yang terbesar terhadap para sahabat dalam masalah ilmu. Seperti ungkapan Asma binti Yazid kepada Rosululloh antara lain : Ya Rosululloh, kaum laki-laki sering berkesempatan bersamamu, sholat berjamaah, makan, bepergian, dan berjihad bersamamu, sedangkan kami kaum wanita tidak mempunyai kesempatan tersebut, dan dalam kesempatan berharga seperti ini ( sholat idul fitri ) suaramu berkhutbah tidak terdengar oleh bisingnya suara tangis anak. Akhirnya Rosululloh memberikan waktu setiap hari selasa untuk kajiannya para shohabiyyat. Shohabiyyat yang dikategorikan sebagai ilmuan adalah aisyah binti Abi Bakar, Fathimah binti Alkhottob dan Ummu Salamah.

2. Dalam Bidang Sosial

Ayat-ayat tentang social termasuk yang terbanyak selain ayat-ayat sejarah, begitupula hadits-hadits yang menganjurkan ummat Islam bersosialisasi juga terbanyak, diantaranya QS 4:36, Alloh berfirman “ Dan beribadahlah kepada Alloh, dan janganlah menyekutukannya dengan suatu apapun, dan berbuat ihsanlah kepada kedua orang tuamu, dan kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, dan ibnussabiil…..”
Dalam hadits Rosululloh bersabda : “ Sayangilah yang ada di bumi, niscaya akan menyayangimu yang ada di langit “ dalam hadits lain Rosululloh mengatakan “ Berakhlaq baiklah dengan sesame manusia “. Kalamulloh dan hadits Rosul ini dapat membuat shohabiyyat tak kenal lelah dalam beraktifitas sosial, diantara yang mereka lakukan adalah membuka usaha biro jodoh yang diketuai oleh Khoulah bintiAl-Hakim, ia menawarkan para sahabat pendamping setia yang akan menemani mereka dalam perjuangan, termasuk Rosululloh yang dipertemukan dengan Sauda binti Zam’ah dan Aisyah melalui biro jodoh ini. Ada juga yang mengelola usaha penyediaan ibu susu bagi para bayi yang ibunya mempunyai masalah persusuan, sehingga para bayi tetap mendapat ASI dan pelukan kasih saying ibu, sekalipun ibunya tidak mampu melakukan hal tersebut, pengelola usaha ini adalah ummu Burdah. Dan masih banyak lagi kerja social yang dilakukan para shohabiyyat yang kontibusinya sangat signifikan dalam ekspansi da’wah Rosululloh SAW.

3. Dalam Bidang Ekonomi

Anjuran Islam agar ummatnya selalu dekat kepada penciptanya dengan melakukan sholat, sedangkan agar ummatnya saling dekat dengan sesama adalah melalui zakat, infaq atau shodaqoh. Agar ummat ini mampu melakukan syariat tersebut mereka harus mempunyai etos kerja yang baik, aktifitas ekonomi ummat harus lancer yang pada akhirnya ummat Islam mempunyai posisi di atas sebagai pemberi, bukan penerima, sebagaimana Rosululloh mengatakan “ Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah “. Ayat dan hadits di atasmenjadikan Zainab binti Jahsyin menjadi pelopor usaha kerajinan kulit, dengan merekrut tenaga kerja dari isteri para sahabat, dan hasil produksinya berupa tas dan sepatu diekspor sampai keberbagai negara tetangga melalui jamaah haji yang berziarah ke Madinah. Rosululloh memberi motivasi kepada Zainab dengan mengatakan “Isteriku yang paling panjang tangannya adalah Zainab, karena ia dapat bersedekah dengan tangannya sendiri “.

4. Dalam Bidang Da’wah

Ajaran Islam yang murni ini memang untuk dida’wahkan agar seluruh ummat manusia dapat menikmati hidup dijalannya. Jalan da’wah adalah jalannya para anbiya dan mursalin, berada pada jalan da’wah berarti kita satu maukib, satu rombongan dengan mereka. Dalam Alqur’an surat 41 ayat 33 Alloh mengatakan “ Siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang menyeru ke jalan Alloh dan beramal soleh dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri “.

Para shohabiyyat aktif berda’wah bukan hanya seputar Mekkah atau Madinah, akan tetapi pada saat da’wah belum merebak dan dalam kondisi ummat Islam mendapat tekanan dan intimidasi, shohabiyyat mampu melakukan perjalanan da’wah sampai ke luar negeri, Ummu Habibah, Asma binti Ummaisy adalah kalangan shohabiyyat yang mampu melakukan da’wah ke Habasyah bersama muhajirin yang dipimpin oleh ja’far atthoyyar. Mereka dipilih oleh Rosululloh karena hasil seleksi, dimana mereka lulus criteria sebagai daiyah yang mempunyai kekuatan intelektual, emosional dan spiritual. Hal ini pula yang dilakukan oleh Asma binti Mani’ dan Nasibah Al Maziniyyah yang ikut dalam Baiah Ridwan karena mewakili kaumnya para shohabiyyat yang tinggal di Madinah, mereka adalah contoh para aktifis da’wah Muslimah di masa Rosululloh.

5. Dalam Bidang Seni dan Sastra

Ajaran Islam yang syamil dan kamil, peduli dengan semua kebutuhan ummatnya, termasuk dalam kesenian. Islam bukan ajaran anti seni. Tetapi Islam sangat menghargai seni dan ditata secara apik dan indah. Seni suara, seni pahat, seni rupa, dan berbagai seni budaya lainnnya bukan hal yang asing dalam Islam. Kita dapat buktikan melalui Qiro’ah Alqur’an, kaligrafi, bangunan masjid di seluruh dunia Islam mempunyai keunikan tersendiri, bahkan di masa Rosululloh shohabiyyat yang bernama Al-Khonsa dapat mengekspresikan kebolehannya dalam bersyair. Beliau hanya merubah teks syairnya dari syair murahan dimasa jahiliyyah menjadi syair-syair yangsarst nilai, dengan syairnya beliau dapat membangkitkan semangat juang para sahabat, termasuk anak dan suaminya syahid karena hembusan syair beliau. Kalau pada masa jahiliyyah beliau membacakan syairnyadengan menggunakan baju compang camping dengan berlagak seperti penyair pada masanya, juga dengan menggunduli rambutnya pada saat beliau membacakan syair Arrotsa (ratapan) karena kakak laki-lakinya meninggal. Setelah Islam beliau merubah menampilan dengan berbusanah muslimah dan isi syairnya adalah syair-syair perjuangan. Demikianlah pengaruh da’wah Rosululloh sampai pada masyarakat yang pada saat sekarang ini yang disebut dugem, atau dunia gemerlap.

6. Dalam Bidang Militer

Islam tidak hanya membolehkan muslimah bertarung hanya pada tataran koseptual, akan tetapi Islam juga membolehkan muslimah terlibat dalam adu fisik. Hal ini dapat dibuktikan secara histories bagaimana para shohabiyyat terlibat aktif dalam berbagai peperangan, seperti yang dikatakan Ummu Athiyyah; saya berperang dimasa Rosululloh dalam tujuh kali peperangan, baik Ghozwah (perang yang diikuti Rosul) ataupun Sariyyah (perang yang tidak diikuti Rosululloh), sementara Nasibah Al Maziniyyah adalah srikandi perang Uhud yang kehilangan tangan kanannya, kehilangan suami dan anaknya, dan ia dijamin oleh Rosululloh dengan do’anya Allohummaj’alha min rufaqooi fil jannnah, ya Allloh jadikan ia salah seorang temanku di jannah. Contoh lain adalah Arrobi’ binti Muawwidz yang bersama shohabiyyat lain mengangkut para sahabat yang syahid dan terluka dari Uhud ke Madinah. Inilah contoh beberapa aktifitas para shohabiyyat yang selayaknya pula dilaksanakan oleh muslimah masa kini.


C. PERAN MUSLIMAH DEWASA INI

Sebenarnya teori peran ini muncul dan berkembang dalam kerangka ilmu sosial barat. Sementara peran politik terekspresikan dalam kenyataan yang terjadi pada sekumpulan perilaku individu yang terlibat dalam system politik sebagai warga Negara pada umumnya atau lebih khusus lagi sebagai pemimpin Negara. Menurut Hibah Rauf ada beberapa unsure yang dapat dijadikan untuk mendefinisikan peran, sebagai berikut :

  • Peran-peran yang diharapkan (tawaqqu’ addawr); yaitu kaidah-kaidah yang mengatur tindakan politik. Atau tindakan yang mempengaruhi tindakan pengambilan keputusan dan pengambilan kekuasaan bagi nilai. Berbagai harapan itu mengisyaratkan dari individu yang menempati suatu kedudukan tertentu.
  • Tumpuan perhatian peran (tawajjuhat addawr); ialah pemikiran khusus yang berkaitan dengan individu yang memainkan peranan. Perilaku yang mesti lalui olehnya dalam kondisis tertentu. Pemikiran ini mencerminkan kaidah-kaidah yang dibuat oleh masyarakat tentang kepribadian yang memainkan peranan untuk mencapai harapan-harapan tersebut.
  • Perilaku peran (Assuluk Addawr); yaitu tindakan tertentu yang dilakukan oleh individu yang menempati kedudukan tertentu, yang tertumpu pada tindakan yang telah terjadi dan tidak tertumpu kepada apa yang seharunya dilakukan. Perilaku oeran inilah yang akan menentukan kredibilitas polotik seseorang, dan kredibilitas partai/institusinya sekaligus.

Dari unsur-unsur definisi di atas kita melihat bahwa peran politik muslimah adalah suatu peran yang semestinya dijalani oleh setiap muslimah yang memiliki potensi, serta peduli terhadap tuntutan ummat dan berupaya untuk menjalaninya sesuai tuntutan syariat. Dalam menjalani peran politik ini, ada batasan-batasan bagi muslimah yang tidak boleh diabaikan, diantaranya adalah :

a. Kompetensi (ahliyyah)

Kompetensi sejatinya bermakna kesesuaian (sholahiyyah). Sebagai syarat dalam pemberian beban kewajiban agama termasuk aktifis politik adalah mukallaf (yang menanggung beban kewajiban) adalah sesuai dan berkompeten untuk beban yang hendak diberikan kepadanya. Para ahli usul fiqih mendefinisikannya sebagai kesesuaian manusia terhadap hak dan kewajibannya, sehingga segala tindakan yang keluar daripadanya dibenarkan dari segi agama.

b. Kesadaran berpolitik

Dalam pandangan Islam, wanita memiliki kompetensi politik pada berbagai tingkatan. Hal ini memerlukan suatu tingkat pendidikan tertentu, yang terencana dan terarah. Disamping itu diperlukan pula kepedulian terhadap masalah umum yang ia ketahui, ia pahami dan ia cermati kesalahannya atau kebenarannya. Dalam hal ini wanita sama dengan laki-laki dari segi medan yang ia jadikan tempat untuk berperan dalam memelihara dan membangkitkan masyarakatnya. Perilaku politik wanita tidak mungkin dipahami secara terpisah dari sistim sosial bagi masyarakat apapun, gerakan politik wanita tidak dapat dipisahkan dari gerakan sosial.

c. Konteks sosial

Keikutsertaan wanita dalam kegiatan politik, yang terbatas pada keahlian dan tingkat kesadarannya, berkaitan dengan konteks sosial yang ada padanya. Hal ini karena gerakan wanita pada kebanyakan masyarakat ditentukan oleh tradisi dan adat istiadat yang dapat menggalakan atau menghalangi kegiatannya dalam bidang politik. Syariat Islam sangat peduli terhadap tradisi social, dan methodologinya tidak menentang arus tersebut, bahkan mengikutinya dan mengubahnya sesuai tuntutan zaman selama tidak bertentangan dengan aqidah, memiliki landasan nashnya dan diakui semua orang.


D. WILAYAH PERAN POLITIK MUSLIMAH

Ada empat peran wilayah politik muslimah, yang kesemuanya mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan, ialah bai’at (janji setia), alwilayat al ammah (kekuasaan umum), syuro (prinsip musyawarah).

a) Bai’at (janji)

Bai’at merupakan janji setia terhadap system politik Islam, atau kekhalifahan Islam, serta kesetiaanya kepada jamaah kaum muslimin. Bai’at juga merupakan janji seyia manusia yang mencakup tiga pihak, yaitu khilafah sendiri, pelaku bai’at (ummat), dan sesuatu yang di bai’ati, yaitu syari’at agama. Tanggung jawab tidak terhenti pada bai’at saja tet6api berlanjut pada tanggung jawab mengemban penjagaan terhadap syari’ah dan penetapannya melalui institusi syuro, pengawasan terhadap penguasa, memberikan naseha apabila penguasa menyimpang, dan mencopot penguasa bialaman dieprlukan.

Komitmen ini melahirkan agen-agen pemberdayaan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Mereka bekerja bagi kemaslahatan masyarakat berdasarkan kesadaran akan kewajiban sebagai khalifatullah fil ardh, dan keyakinan akan pertolongan Allah kepada mereka yang menegakkan Dinnullah. Sehingga orientasi mereka dalam bekerja jauh dari Vested interest, yang dalam kenyataannya sering menggerogoti efektifitas pemberdayaan itu sendiri . inilah political will paling asasi yang seharusnya dimiliki terutama oleh setiap elemet pembuat kebijakan, sehingga dapat menjamin keberpihakkan kepada masyarakat luas.

Sudah menjadi pemahaman publik bahwa tingkat korupsi yang tinggi saat ini adalah kendala terbesar upaya pemberdayaan masyarakat . Berapa banyak dana yang tak sampai sasaran, berapa banyak kebijakan yang tak berkeadilan, bahkan tak menunjukan keberpihakkan kepada masyarakat yang terlibat krisis ini . Masalahnya adalah pada komitmen para penyelenggara Negara, para pembuat kebijakan . Sebagus apapun desain system kehidupan berbangsa dan bernegara ini dibuat, tanpa adanya komittmen yang kokoh berlandasakan rasa tanggung jawab terhadap Allah SWT – dari para aparatanya, maka tetap saja bangsa ini berjalan ditempat, bahkan semakin melemah karena berbagai sumber dayanya dikeruk untuk kepentingan segelintir orang .

Disinilah signifikasi bagi seorang ukhti muslimah, karena ummat dan bangsanya membutuhkannya .

b. Al Wilayah Al ‘Ammah ( Kekuasaan Umum )

Al Wilayah Al ‘Ammah ( Kekuasaan Umum ), menurut Hasaan Husain al syarafi adalah kekuasaan yang diberikan oleh syari’at kepada orang yang memandangnya sehingga ia mampu membuat perjanjian-perjanjian dan tindakan yang terus dapat diberlakukan tanpa menggantungka diri kepada izin seseorang . konsep kekuasaan yang dimaksud berbeda dengan tugas . kekuasaan umum bersumber kepada kekuatan syari’at yang tidak boleh bercampur dengan hawa nafsu tujuan – tujuan tertentu . kekuasaan ini seperti kekuasaan besar (kekhalifahan), kekuasaan kehakiman, badan pengawas dan kekuasaan legislative, yang semuanya termasuk dalam wajib kifayah .kekuasaan ini juga bukan diminta atau dicari oleh seseorang melainkan amanat dan tanggung jawab. Kekuasan umum mengahruskan adanya kompetensi yang khusus, dan sesungguhnya diantara wanita ada yang memiliki komtensi tersebut dan berhak untuk menganggung beban tanggung jawab fatdhu kifayah ini.
Hal yang perlu dicata disini adalah, terjunnya para musliamh tersebut adalah bertitik tolak dari komitmen sesuai dengan bai’atnya untuk beramal jama’I, sehingga ia dituntut untuk memiliki amanah potensi. Maksudnya adaloah seoarng ukhti muslimah harus menjaga kesadaranya, bahwa profesi ataupun peran yang digelutinya adalah sebuah amanah ummat, yang seyogyanya dapat diukur tingkat kontribusinya terhadap upaya ishlah dari waktu ke waktu .

c. Prinsip Musyawarah

Tanggung jawab wanita dalam prinsip syuro sesuai dengan persoalan-persoalan syuro yang bermacam-macam .

  1. Wanita diperbolehkan dalam masalah legislasiyang memiliki nuansa kefikihan, karena telah disepakati bersama bahwa wanita mempunyai hak berijtihad dan memberikan fatwa sebagaimana dalam wilayah umum yang bersifat fardhu kifayah .
  2. Wanita boleh berpartisispasi dalam syuro yang berkaitan dengan persoalan – persoalan ilmu pengetahuan yang sangat spesifik kalau dianggap bahwa pengalaman dan kompetensi itu dimiliki olehnya, hal ini termasuk wajib kifayah .
  3. Wanita boleh berpartisipasi dalam syuro yang berkaitan dengan masalah umum sebagai individu Anggota, partisipasi wajib ‘ain .
  4. Wanita boleh berpartisipasi dalam syuro yang berkaitan dengan masalah kelompok elite tertentu yang partisipasinya didasarkan kepada haknya dalam profesinya dan atas dasar pemberian nasihat dalam masalah yanga sangat terbatas, berkaitan dengan kelompokyang memiliki kepentingan khusus .

Para shahabat menyaksikan perilaku Rosulullah yang mulia secara langsung yang berkaitan dengan wanita pada zaman itu, yaitu menampung serta menerima utusan wanita yang mengemukakan berbagai masalah yang berhubungan dengan wanita selain uti para tokoh shahabat seperti Ummar Bin Khotob, sering meminta pendapat wanita untuk menetapkan berbagai keputusan . Oleh sebab itu pendapat kaum wanita dalam masyarakata Islam modern perlu ditampung dalam institusi atau organisasi yang dapa menyuarakan pendangan mereka.

d. Berjihad

Peperangan atau jihad dalam Islam merupakan fardhu kifayah, menurut jumhur fuquha, apabila sebagian orang melakukannya gugurlah kewajiban sebagian yang lain. Jika orang yang mempunyai kemampuan tidak melakukannya maka semua orang berdosa.Perang merupakan suatu kewajiban apabila musuh telah memasuki wilayah kaum muslimin. Selainitu pengawasan terhadap pemegang kekuasaandan meluruskannya merupakan fardhu kifayah bagi orang yang mempunyai kompetensi untuk melakukan ijtihad, dan juga para Anggota lembaga perwakilan rakyat (ahl al hall wa al’aqd) yang mempunyai hak untuk membatalkan bai’at terhadap pemegang kekuasaan dan mencopotnya apabila dianggap melanggar syari’at Islam. Ketika pembebasan berbagai struktur di dalam masyarakat merupakan gerakan yang memerlukan partisipasi dalam mewujudkan taraf hidup mereka, maka partisipasi kaum wanita merupakan keharusan. Bahkan terjadi konsesus (ijma’) yang mewajibkan wanita untuk melakukan peperangan ketika musuh yang memasuki wilayah Islam dan terjadi mobilisasi umum. Bahkan sebagian ulama mengatakan wanita harus berperang tanpa harus izin kepada suaminya, apabila amar ma’ruf nahyi munkar diwajibkan atas setiap orang mu’min wanita berdasarkan QS 9:72 “Orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi pemimpin atas sebagian yang lain. Mereka menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran”.

Dengan demikian, kaum wanita pada zaman ini wajib melakukan peperangan yang hukumnya fardhu ain, serta menjalankan amal ma’ruf nahyi munkar dengan berbagai tingkatannya. Sebagaimana terjadi pada masa Rosululloh, baik dalam memegang senjata, melayani kepentingan para pejuang, ataupun menjadi dokter militer. Melihat kepentingan ini seharusnya Negara menyediakan sarana latihan militer, pelatihan perang yang berbagai macam bagi wanita yang mampu melakukannya, disamping menyediakan sarana pelatihan pertahanan umum bagi seluruh wanita. Tujuannya agar wanita mempunyai keahlian perang apabila hokum perang meningkat menjadi fardhu ain atau setiap orang,ketika Negara islam sudah tidak mampu lagi mengiasai musuhnya. Dan begitulah yang terjadi di Negara-negara Islam saat ini.

Hal yang perlu disiapkan dalam berjihad adalah kemampuan operasional melalui rekrutmen selekitf para muslimas sebagaimana dicontohkan oleh para shohabiyyat, berpeluang bahkan wajib memiliki kesiapan untuk turun ke medan jihad. Dalam konteks kondisi kontemporer barbagai ilmu dan keterampilan yang menunjang perlu dikuasai seperti kemampuan bela diri, medis, psikiatri, persenjataan, strategi militer, elektronika, komunikasi dan informatika, serta berbagai tehnologi strategis lainnya. Para muslimah yang mampu menguasai nernagai ilmu dan keterampilan tersebut insya Allah mendapatkan pahala yang lebih besar sebab mengerjakan hal-hal yang seharusnya adalah kewajibwn laki-laki.


E. KESIMPULAN

Melihat kondisi dunia islam kini yang sedang menjadi incaran hegemoni barat, selayaknya seluruh ummat Islam ebrpartisipasi untuk berjuang sekuat kemampuannya. Wanita muslimah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ummat ini sudah sepantasnya bangit untuk berkontribusi dalam mempertahankan Al Islam dan ummatnya. Segenap kemampuan dicurahkan untuk mewujudkan hal ini, baik pikiran, tenaga, dana, serta potensi lain yang dimiliki. Bukan saatnya dewasa ini untuk berkata malas, tidak ada waktu, belum cukup ilmu, capek, lemah, lesu, sudah tua, yang muda saja, dan seribu satu alas an yang dikemukakan hanya karena dua kemungkinan, takut mati atau cinta dunia. Wahai saidariku, kita telah banyak menikmati hidup ini, telah berapa tahun waktu yang kita lewati, badan yang sehat telah kita nikmati, rizki yang cukup telah kita rasakan, ilmu yang memadai telah tersimpan, dan banyak lagi yang seharusnya kita ungkapkan sebagai wujud syukur kit kepada kekasih dambaan. Sekarang saatnya kita berbuat, untuk memperkuat barisan ummat, menepis semua penghujat, tampil ke medan juang sebagai penyelamat.

Wallohu a’lam bisshowab.

0 comments:

Post a Comment